Keluh kesah Prita
Mulyasari, seorang ibu rumah tangga dengan 2 (dua)
orang anak yang masih
batita (bawah tiga tahun), terhadap pelayanan
kesehatan yang
diberikan oleh Rumah Sakit OMNI Internasional, berbuah
menginap di jeruji
lembab Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Tanggerang.
Keluh kesah Prita
tersebut berwujud email yang dikirimkan Prita ke teman-
temannya sebagai
curhat dan wujud kekecewaannya atas pelayanan publik di
rumah sakit OMNI
International Hospital. Email Prita tersebut berjudul
“Penipuan Omni
International Hospital Alam Sutra Tanggerang”.
Sebagian kutipan
tulisan Prita dalam emailnya :
”Bila anda berobat,
berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit dan
titel international,
karena semakin mewah rumah sakit dan semakin
pinter dokter, maka
semakin sering uji pasien, penjualan obat dan
suntikan, saya tidak
mengatakan semua rumah sakit international
seperti ini, tapi
saya mengalami kejadian ini di Rumah Sakit OMNI
International”. (Tempo, Edisi 14
Juni 2009).
Email inilah yang
kemudian dijadikan tuntutan oleh Jaksa Penuntut
Umum kepada
Pengadilan Negeri Tangerang untuk menuntut Prita dengan
delik pencemaran nama
baik (penghinaan), sebagaimana dimaksud Pasal 27
ayat (3) juncto Pasal
45 ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan Pasal 310 ayat (2) junco Pasal 311
ayat (1) KUHP. (Rakhmati Utami, SH., Surat Dakwaan
Kejaksaan Negeri
Tangerang No. Reg. Perkara
432/TNG/05/2009, tertanggal 20 Mei 2009).
Dakwaan jaksa
penuntut umum tersebut, merupakan sebuah fakta
adanya penambahan
pasal dari pasal yang dilaporkan dan pasal yang
merupakan hasil
penyidikan di tingkat kepolisian. Penambahan pasal ini oleh
sebagian orang
dianggap sebagai penyimpangan.
Penyimpangan lain
dalam kasus Prita adalah perampasan hak
mengemukakan pendapat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 UUD 1945
dan Pasal 19
Deklarasi Universal (PBB) Hak Asasi Manusia (DUHAM)
tanggal 10 Desember
1928, serta pencabutan hak anak-anak Prita untuk
mendapat ASI yang
merupakan bagian dari hak anak atas kelangsungan hidup
dan tumbuh
kembangnya, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Hak Anak
yakni Kepres No.36
Tahun 1990, Undang-Undang No.39 tentang Hak Asasi
Manusia dan
Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
demikian juga
merupakan pengabaian hak konsumen atau pasien untuk
mendapat pelayanan
yang baik dari produsen atau dokter, sebagaimana
ditentukan dalam
Undang-Undang Konsumen dan Undang-Undang Praktek
Kedokteran.
Penyimpangan-penyimpangan
tersebut merupakan bagian kecil dari
beberapa penyimpangan
yang ditemukan dalam kasus Prita. Apa saja
penyimpangan hukum
yang terjadi dalam kasus Prita ini? Jawabannya akan
dibahas lebih jelas
dan tuntas dalam Bab Pembahasan tulisan ini.
Berdasarkan hal-hal
sebagaimana terurai di atas, maka permasalahan
yang hendak dikaji
adalah : Apa sajakah penyimpangan hukum yang terjadi
dalam kasus Prita
Mulyasari?, Apakah kasus Prita Mulyasari ini dapat
diklasifikasikan ke
dalam pelanggaran Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat
(1)
Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan Pasal
310 ayat (2) junco Pasal 311 ayat (1) KUHP
sebagaimana Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum?, dan Bagaimana pula KUHAP
mengatur mengenai
penambahan pasal dalam sebuah dakwaan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar