Senin, 13 Mei 2013

Kasus Prita Mulyasari

Keluh kesah Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga dengan 2 (dua)
orang anak yang masih batita (bawah tiga tahun), terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit OMNI Internasional, berbuah
menginap di jeruji lembab Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Tanggerang.
Keluh kesah Prita tersebut berwujud email yang dikirimkan Prita ke teman-
temannya sebagai curhat dan wujud kekecewaannya atas pelayanan publik di
rumah sakit OMNI International Hospital. Email Prita tersebut berjudul
“Penipuan Omni International Hospital Alam Sutra Tanggerang”.
Sebagian kutipan tulisan Prita dalam emailnya : 

”Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit dan

titel international, karena semakin mewah rumah sakit dan semakin

pinter dokter, maka semakin sering uji pasien, penjualan obat dan

suntikan, saya tidak mengatakan semua rumah sakit international

seperti ini, tapi saya mengalami kejadian ini di Rumah Sakit OMNI

International”. (Tempo, Edisi 14 Juni 2009).



Email inilah yang kemudian dijadikan tuntutan oleh Jaksa Penuntut
Umum kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk menuntut Prita dengan
delik pencemaran nama baik (penghinaan), sebagaimana dimaksud Pasal 27
ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 310 ayat (2) junco Pasal 311
ayat (1) KUHP. (Rakhmati Utami, SH.,    Surat Dakwaan Kejaksaan Negeri
Tangerang No. Reg. Perkara 432/TNG/05/2009, tertanggal 20 Mei 2009).
Dakwaan jaksa penuntut umum tersebut, merupakan sebuah fakta
adanya penambahan pasal dari pasal yang dilaporkan dan pasal yang
merupakan hasil penyidikan di tingkat kepolisian. Penambahan pasal ini oleh
sebagian orang dianggap sebagai penyimpangan.
Penyimpangan lain dalam kasus Prita adalah perampasan hak
mengemukakan pendapat sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 UUD 1945
dan Pasal 19 Deklarasi Universal (PBB) Hak Asasi Manusia (DUHAM)
tanggal 10 Desember 1928, serta pencabutan hak anak-anak Prita untuk
mendapat ASI yang merupakan bagian dari hak anak atas kelangsungan hidup
dan tumbuh kembangnya, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Hak Anak
yakni Kepres No.36 Tahun 1990, Undang-Undang No.39 tentang Hak Asasi
Manusia dan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
demikian juga merupakan pengabaian hak konsumen atau pasien untuk
mendapat pelayanan yang baik dari produsen atau dokter, sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Konsumen dan Undang-Undang Praktek
Kedokteran.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan bagian kecil dari
beberapa penyimpangan yang ditemukan dalam kasus Prita. Apa saja
penyimpangan hukum yang terjadi dalam kasus Prita ini? Jawabannya akan
dibahas lebih jelas dan tuntas dalam Bab Pembahasan tulisan ini.
Berdasarkan hal-hal sebagaimana terurai di atas, maka permasalahan
yang hendak dikaji adalah : Apa sajakah penyimpangan hukum yang terjadi
dalam kasus Prita Mulyasari?, Apakah kasus Prita Mulyasari ini dapat
diklasifikasikan ke dalam pelanggaran Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat


(1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan Pasal 310 ayat (2) junco Pasal 311 ayat (1) KUHP
sebagaimana Dakwaan Jaksa Penuntut Umum?, dan Bagaimana pula KUHAP
mengatur mengenai penambahan pasal dalam sebuah dakwaan?

Tidak ada komentar:

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified